Credit :
Video Oleh Esti Yuningtias
Universitas Sriwijaya
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Credit :
Video Oleh Esti Yuningtias
Universitas Sriwijaya
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Credit :
Video Oleh Esti Yuningtias
Universitas Sriwijaya
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan
ekonomi pada dasarnya berhubungan dengan setiap upaya untuk mengatasi masalah
keterbatasan sumber daya. Di Negara-negara sedang berkembang, keterbatasan
sumber daya ini terutama berupa keterbatasan sumber dana untuk investasi, dan
keterbatasan devisa, di samping itu tentunya keterbatasan sumber daya manusia
yang berkualitas.
Dalam
rangka mengatasi keterbatasan sumber daya tersebut, pilihan kebijakan yang di
ambil pada umumnya berfokus padadua aspek, yaitu aspek penciptaan iklim
berusaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro, dan aspek
pengembangan infrastruktur perekonomian yang mendukung kegiatan ekonomi.
Kesetabilan
ekonomi makro tercemin pada harga barang dan jasa yang stabil serta nilai tukar
dan suku bunga yang berada pada tingkat yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan dengan kondisi neraca pembayaran intrnasional yang sehat.
1.2 Rumusan Masalah
• Apakah Penyebab Krisis Ekonomi Dan
Dampaknya Terhadap Proses Pembangunan Ekonomi Indonesia?
• Bagaimana Langkah-Langkah Kebijakan Untuk
Mengatasi Krisis Ekonomi ?
• Bagaimana Cara Pemulihan Ekonomi Melalui
Kebijakan Moneter ?
• Bagaimana Arah Dan Sasaran Kebijakan
Moneter Bank Indonesia Pasca UU No. 23/99 ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Agar Dapat Mengetahui
Bagaimana Kinerja Kebijakan Moneter Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Di Negara
Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat
berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan
harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu;
a.
Kebijakan moneter Ekspansif / Monetary
Expansive Policy
Adalah
suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
b.
Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary
Contractive Policy
Adalah
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter didefinisikan dengan
rencana dan tindakan otoritas moneter yang terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan
moneter, dan kestabilan nilai uang, mendorong kelancaran produksi dan
pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup
rakyat. Jadi dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa kebijakan moneter
adalah semua upaya atau tindakan bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan
moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai
tujuan ekonomi tertentu. Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka
tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran
makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja,
stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut
merupakan tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter (final target).
Semua sasaran akhir kebijakan moneter
harus dapat dicapai secara bersamaan dan berkelanjutan. Namun, pengalaman di
banyak negara termasuk di Indonesia menunjukkan bahwa hal yang dimaksud sulit
dicapai, bahkan ada kecenderungan bersifat kontradiktif. Misalnya kebijakan moneter
yang kontraktif untuk menekan laju inflasi dapat berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja.
2.2 Penyebab Krisis Ekonomi dan Dampaknya
Terhadap Proses Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dalam
perkembangannya, ternyata infrastruktur perekonomian di Indonesia belum mampu
menghadapi semakin cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam
perekonomian global. Perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang
efisien ternyata belum tertata dengan baik. Hal itulah yang menyebabkan krisis ekonomi, kestabilan ekonomi makro
ternyata tidak dapat menjamin kinerja perekonomian yang baik secara
berkesinambungan selama masih terdapat kelemahan-kelemahan pada infrastruktur
perekonomian.
Di
sisi lain, dinamisme perekonomian yang tinggi tidak sepenuhnya disertai dengan
upaya untuk menata pengelolaan dunia usaha dan menciptakan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, sebagaimana tercermin pada kurangnya transparansi dan
konsistensi pelaksanaan kebijakan. Sementara itu, kelemahan informasi, baik
mutu maupun ketersediaan, semakin memperburuk kualitas keputusan yang diambil
oleh dunia usaha dan pemerintah. Berbagai faktor ini memperlemah kondisi
fundamental mikroekonomi sehingga meningkatkan kerentanan perekonomian terhadap
guncangan-guncangan eksternal.
Selain
itu, buruknya pengelolaan dunia usaha juga terkait dengan belum adanya
perangkat hukum yang efektif, terutama dalam penyelesaian kepailitan usaha.
Berbagai kelemahan ini mengakibatkan dunia usaha cenderung melakukan investasi
yang berlebihan pada sektor-sektor ekonomi yang rentan terhadap perubahan nilai
tukar dan suku bunga, seperti sektor properti.
Ada
dua hal yang mendorong kecenderungan investasi yang berlebihan tersebut.
Pertama, dinamisme perekonomian Indonesia yang semakin meningkat telah
menimbulkan keyakinan yang berlebihan pada diri investor asing sehingga
mengurangi kehati-hatian mereka dalam memberikan pinjaman kepada dunia usaha di
Indonesia. Kedua, dunia usaha dalam negeri memanfaatkan perbedaan suku bunga
dalam dan luar negeri yang cukup besar sehingga arus modal masuk dari luar
negeri, terutama dalam bentuk pinjaman swasta jangka pendek, terus mengalir.
Pada saat yang bersamaan nilai tukar rupiah yang relatif stabil sejak beberapa
tahun terakhir, telah menimbulkan adanya kepastian terhadap perkembangan kurs
(implicit guarantee) sehingga meningkatkan keyakinan dunia usaha akan
kemantapan perkembangan ekonomi.
Ketersediaan
pembiayaan yang relatif mudah diperoleh menyebabkan sektor swasta semakin
mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usaha sebagaimana tercermin
pada tingginya pangsa utang luar negeri berjangka pendek untuk pembiayaan
investasi berjangka panjang (maturity gap). Perkembangan ini dengan sendirinya
menimbulkan kerentanan sektor swasta terhadap gejolak nilai tukar dan telah
mendorong kepailitan pada banyak perusahaan swasta.
Selanjutnya,
kelemahan-kelemahan fundamental mikroekonomi tersebut di atas mengakibatkan
ketergantungan pada sektor luar negeri semakin besar, khususnya utang luar negeri
sektor swasta. Ketergantungan sektor swasta kepada sektor luar negeri tersebut
terus meningkat sejalan dengan pesatnya kegiatan investasi sektor swasta. Hal
ini mengakibatkan jumlah utang luar negeri swasta meningkat tajam.
Dengan
kondisi perekonomian yang masih mengidap berbagai kelemahan mendasar tersebut
maka gejolak nilai tukar yang terjadi berubah dengan cepat menjadi krisis
ekonomi dan keuangan yang sangat dalam. Di sektor luar negeri, pengaruh krisis
nilai tukar telah menyebabkan arus modal keluar neto, khususnya sektor swasta,
yang sangat besar sehingga neraca pembayaran mengalami defisit. Selain itu,
posisi pinjaman dan beban angsuran pembayaran luar negeri naik sangat tinggi,
terutama dalam rupiah, sehingga banyak perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
Di
sektor perbankan, krisis nilai tukar yang terjadi telah menyebabkan
terganggunya fungsi intermediasi yang ditandai dengan banyaknya bank menjadi
insolvent. Hal ini terjadi karena meningkatnya kerentanan terhadap posisi
hutang dalam USD sehingga memberatkan sisi liability (pasiva) bank. Sisi asset
(aktiva) bank memburuk sebagaimana tercermin pada meningkatnya kredit
bermasalah atau non performing loan (NPL) akibat banyaknya debitur yang
default. Krisis yang berkelanjutan telah mengakibatkan perbankan nasional
menjadi semakin rawan.
Pada
sisi yang lain kepercayaan masyarakat semakin merosot, khususnya sejak
pencabutan izin usaha. Hal tersebut terjadi karena kebijakan tersebut dilakukan
tanpa persiapan yang memadai untuk menghindari rush atau bank-run. Penurunan
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tersebut terlihat dari pemindahan
dana oleh penabung ke instrumen/bank yang lebih aman baik di dalam maupun luar
negeri. Tidak adanya lembaga deposit insurance (lembaga penjamin simpanan) membuat
penurunan kepercayaan ini bertambah parah.
Di sektor moneter, tingginya bantuan
likuiditas yang terpaksa diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank telah
mendorong peningkatan uang beredar yang sangat besar sehingga memperbesar
tekanan inflasi yang sebelumnya memang sudah meningkat tajam akibat depresiasi
rupiah yang sangat besar. Di sektor fiskal, pengeluaran pemerintah, terutama
untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pembayaran utang luar negeri,
meningkat tajam sehingga operasi keuangan pemerintah mengalami defisit yang
cukup besar. Di sektor riil, kegiatan investasi dan produksi mengalami
kontraksi sementara tingkat pengangguran meningkat pesat.
2.3 Fungsi Kebijakan Moneter
Dari
pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar.
Sejak tahun 1945, kebijakan moneter
hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi
jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan dalam pengendalian ekonomi
jangka panjang. Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama
yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang.
Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan
uang ketat dan kebijakan uang longgar.
1.
Tight Money Policy, yaotu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang
yang beredar dengan cara :
a.
Menaikan suku bunga
b.
Menjual surat berharga
c.
Menaikan cadangan kas
d.
Membatasi pemberian kredit
2.
Easy Money Policy, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk
menambah jumlah uang yang beredar dengan cara :
a.
Menurunkan tungkat suku bunga
b.
Membeli surat-surat berharga
c.
Menurunkan cadangan Kas
d.
Memberikan kredit longgar.
Macam-macam
kebijakan moneter yaitu politik diskonto, politik pasar terbuka, kebijakan
Cadangan Kas, kebijakan Sanering dan kebijakan Devaluasi Tertra Revolusi.
2.4 Langkah-langkah Kebijakan Untuk Mengatasi
Krisis Ekonomi
Langkah
kebijakan yang diambil selama krisis ini terfokus kepada mengembalikan
kestabilan makroekonomi dan membangun kembali infrastruktur ekonomi, khususnya
di sektor perbankan dan dunia usaha. Mengingat kompleksnya masalah yang
dihadapi, strategi umum dari program program ekonomi yang diterapkan di
negara-negara yang mengalami krisis serupa bertumpu pada empat bidang pokok:
• Di bidang moneter, ditempuh kebijakan
moneter ketat untuk mengurangi laju inflasi dan penurunan atau depresiasi nilai
mata uang lokal secara berlebihan.
• Di bidang fiskal, ditempuh kebijakan yang
lebih terfokus kepada upaya relokasi pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan tidak
produktif kepada kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi social cost
yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi. Salah satu bentuknya adalah dengan
program Jaring Pengaman Sosial.
• Di bidang pengelolaan (governance),
ditempuh kebijakan untuk memperbaiki kemampuan pengelolaan baik di sektor
publik maupun swasta. Termasuk di dalamnya upaya mengurangi intervensi
pemerintah, monopoli, dan kegiatankegiatan yang kurang produktif lainnya.
• Di bidang perbankan, ditempuh kebijakan
yang akan memperbaiki kelemahankelemahan sistem perbankan berupa program
restrukturisasi perbankan yang bertujuan untuk mencapai dua hal, yaitu:
mengatasi dampak krisis dan menghindari terjadinya krisis serupa di masa
datang.
2.5 Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter
Kestabilan
harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa
itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan
terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama
kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan
memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank
Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di
dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan
nilai tukar rupiah.
Untuk
mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan
kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang
beredar atau yang di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di
dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base
money) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.14 Dengan jumlah uang
primer yang terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, yaitu M1 dan M2,
diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang beredar yang
terkendali diharapkan permintaan agregat akan barang dan jasa selalu bergerak
dalam jumlah yang seimbang dengan kemampuan produksi nasional sehingga
harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak stabil.
2.6 Arah Dan Sasaran Kebijakan Moneter Bank
Indonesia Pasca UU No. 23/99
Dari
sisi pengelolaan moneter, krisis ekonomi sesungguhnya telah melahirkan suatu
pemikiran ulang bagi peran Bank Indonesia yang seharusnya dalam perekonomian,
dan sekaligus perannya dalam institusi kenegaraan di Republik ini. Kesadaran
untuk memetik hikmah dari pengalaman itu pula yang kemudian melahirkan
persetujuan DPR atas Undang Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
yang mengamanatkan suatu perubahan yang sangat mendasar dalam hal pengelolaan
moneter. Dalam UU tersebut, pemikiran ulang ini diformulasikan dalam suatu
tujuan kebijakan moneter yang jauh lebih fokus dibandingkan dengan UU
sebelumnya, yaitu “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”.
Sejalan
dengan kecenderungan banyak bank sentral di dunia untuk memfokuskan sasaran
kebijakan moneter kepada pencapaian stabilitas harga, pasal 7 dalam UU Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara eksplisit mengamanatkan tujuan
“mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah” sebagai sasaran kebijakan
moneter. Terminologi “kestabilan nilai rupiah” tentu saja dapat menghasilkan
interpretasi yang berbeda: kestabilan secara internal – yaitu kestabilan harga
(stable in terms of prices of goods and services), atau kestabilan secara
eksternal – yaitu kestabilan nilai tukar (stable in terms of prices of other
currencies).
Dalam
diskusi tentang kerangka kerja kebijakan moneter, diskusi di kalangan teoritisi
maupun praktisi bank sentral cenderung mengartikan kestabilan mata uang dalam
interpretasi yang pertama, yaitu kestabilan harga yang diukur dengan tingkat
inflasi. Di samping karena alasan teoritis bahwa kestabilan harga merupakan
sasaran yang paling relevan bagi kebijakan moneter, pasal-pasal maupun
penjelasan pasal-pasal dalam UU Bank Indonesia lebih sesuai dengan interpretasi
tersebut.
Bagi
masyarakat secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu yang sangat penting
khususnya bagi golongan masyarakat berpendapatan tetap. Inflasi yang tinggi
seringkali dikategorikan sebagai musuh masyarakat nomor satu karena dapat
menggerogoti daya beli dari pendapatan yang diperoleh masyarakat. Bagi kalangan
dunia usaha, inflasi yang tinggi akan sangat menyulitkan kalkulasi perencanaan
bisnis dan dengan demikian akan berdampak buruk bagi aktivitas perekonomian dalam
jangka panjang.
BAB III
KESIMPULAN
Pertama,
krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh Indonesia merupakan krisis yang
terburuk di antara krisis-krisis yang dialami oleh berbagai negara akhir-akhir
ini. Hal ini tercermin pada belum optimalnya pertumbuhan ekonomi, ekspor dan
masih lesunya investasi asing dan domestik. Alhasil, wajah perekonomian kita
masih tampil lesu. Namun demikian tidak dapat dipungkiri pula bahwa banyak
kemajuan yang telah kita capai terutama di sisi kestabilan ekonomi dan moneter.
Hal ini tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah, rendahnya laju inflasi,
turunnya suku bunga, dan terkendalinya pertumbuhan uang primer. Kita tentunya
berharap dengan perbaikan-perbaikan di sisi tersebut, pada gilirannya akan berdampak
positif pada pertumbuhan ekonomi.
Kedua,
kesamaan pendapat, kebulatan tekad, serta konsensus nasional yang dilandasi
oleh kepentingan nasional secara keseluruhan merupakan prasyarat yang sangat
penting, atau bahkan mutlak, untuk keberhasilan upaya penanggulangan krisis.
Oleh karena itu peningkatan koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dengan
pemerintah untuk menciptakan stabilitas ekonomi makro dan perkembangan sektor
riil dalam rangka pemulihan ekonomi menjadi sangat penting. Propenas menempatkan
“koordinasi” pada urutan teratas, karena menyadari, kurangnya koordinasi akan
menghasilkan sasaran-sasaran yang berbeda bahkan conflicting, membingungkan
masyarakat, dan pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya efektivitas
pelaksanaan kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Arestis,
Philip, dan Malcolm C. Sawyer (eds), “The Political Economy of Monetary
Policy”, Edward Elgar, Massachusetts, 1998.
Bank
Indonesia, DPP-URES, “Perilaku Angka Pengganda Uang (Money Multiplier)”, Kertas
Kerja Intern yang tidak dipublikasikan, Jakarta, 1996.
Caprio,
Gerard, Jr., “Banking in Crisis: Expensive Lessons from Recent Financial
Crises”,
The World Bank Research Group, Washington, D.C, June 1998.
Eatwell,
J., M. Milgate dan P. Newman (eds), “The New Palgrave, A Dictionary of
Economics”,
Vol. 3, London, Macmillan, 1987.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia
manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak
asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat
lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Manusia
sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia
ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal,
artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh
siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat
kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau
berhubungan dengan sesama manusia.
Pada
setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga
kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi
terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi
Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi
yang juga dimiliki oleh orang lain.
Kesadaran
akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya,
diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak-hak
kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak
kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa
besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.
Dalam
hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan
ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang adapun rumusan masalah yang akan dikaji penulis adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan HAM ?
2. Apa saja jenis-jenis HAM dari generasi ke
generasi?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1
angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM). Dan juga telah diungkapkan Jan Materson, anggota Komisi Hak
Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human right could be
generally defines as those right which are inherent in our nature and without
which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah hak-hak yang
secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia
tidak dapat hidup sebagai manusia.
Dari
pengertian diatas, maka hak asasi mengandung dua makna, yaitu:
1. Pertama, HAM merupakan hak alamiah yang
melekat dalam diri manusia sejak manusia dilahirkan kedunia.
2. Kedua, HAM merupakan
instrument untuk menjaga harkat martabat manusia sesuai dengan kodrat
kemanusiaannya yang luhur.
Berikut adalah pendapat beberapa
ahli mengenai definisi dari Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai berikut :
1. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh
manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
2. Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM
PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip
Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
3. John Locke menyatakan bahwa
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
HAM
bukan hanya merupakan hak-hak dasar yang dimilki oleh setiap manusia sejak
lahir. Tapi, juga merupakan standar normatif bagi perlindungan hak-hak dasar
manusia dalam kehidupannya. Esensi HAM juga dapat dibaca dalam mukadimah
universal declaration of human right. pengakuan atas martabat yang luhur dan
hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia
merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia”
Pelanggaran
hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut
Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku
(Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
II.2 Jenis-jenis HAM dari generasi ke generasi
Jika
dilihat dari prespektifnya, perkembangan pemikiran hak asasi manusia
dikategorikan menjadi empat generasi sebagai berikut:
(a) Generasi Pertama Hak Asasi Manusia
“Kebebasan” atau “hak-hak
generasi pertama” sering dirujuk untuk mewakili hak-hak sipil dan politik,
yakni hak-hak asasi manusia yang “klasik”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan
untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan kekuatan-kekuatan
sosial lainnya --sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang bergelora di
Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Karena itulah hak-hak
generasi pertama itu dikatakan sebagai hak-hak klasik. Hak-hak tersebut pada
hakikatnya hendak melindungi kehidupan pribadi manusia atau menghormati otonomi
setiap orang atas dirinya sendiri (kedaulatan individu). Termasuk dalam
generasi pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan
bergerak, hak suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan
berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan
pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas
dari penyiksaan, hak bebas dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan
proses peradilan yang adil. Hak-hak generasi pertama itu sering pula disebut
sebagai “hak-hak negatif”. Artinya tidak terkait dengan nilai-nilai buruk,
melainkan merujuk pada tiadanya campur tangan terhadap hak-hak dan kebebasan
individual. Hak-hak ini menjamin suatu ruang kebebasan di mana individu
sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri. Hakhak generasi pertama ini
dengan demikian menuntut ketiadaan intervensi oleh pihakpihak luar (baik negara
maupun kekuatan-kekuatan sosial lainnya) terhadap kedaulatan individu. Dengan
kata lain, pemenuhan hak-hak yang dikelompokkan dalam generasi pertama ini
sangat tergantung pada absen atau minusnya tindakan negara terhadap hak-hak
tersebut. Jadi negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena
akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Inilah
yang membedakannya dengan hak-hak generasi kedua, yang sebaliknya justru
menuntut peran aktif negara. Hampir semua negara telah memasukkan hak-hak ini
ke dalam konstitusi mereka.
(b) Generasi Kedua Hak Asasi Manusia
“Persamaan” atau “hak-hak
generasi kedua” diwakili oleh perlindungan bagi hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya. Hak-hak ini muncul dari tuntutan agar Negara menyediakan pemenuhan
terhadap kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan sampai pada kesehatan.
Negara dengan demikian dituntut bertindak lebih aktif, agar hak-hak tersebut
dapat terpenuhi atau tersedia. Karena itu hak-hak generasi kedua ini dirumuskan
dalam bahasa yang positif: “hak atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif:
“bebas dari” (“freedom from”). Inilah yang membedakannya dengan hak-hak
generasi pertama. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan
dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas
kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas
lingkungan yang sehat, dan hak atas perlindungan hasil karya ilmiah,
kesusasteraan, dan kesenian.
Hak-hak
generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan akan persamaan sosial. Hak-hak ini
sering pula dikatakan sebagai “hak-hak positif”. Yang dimaksud dengan positif
di sini adalah bahwa pemenuhan hak-hak tersebut sangat membutuhkan peran aktif
negara. Keterlibatan negara di sini harus menunjukkan tanda plus (positif),
tidak boleh menunjukkan tanda minus (negatif). Jadi untuk memenuhi hak-hak yang
dikelompokkan ke dalam generasi kedua ini, negara diwajibkan untuk menyusun dan
menjalankan program-program bagi pemenuhan hak-hak tersebut. Contohnya, untuk
memenuhi hak atas pekerjaan bagi setiap orang, negara harus membuat kebijakan
ekonomi yang dapat membuka lapangan kerja. Sering pula hak-hak generasi kedua
ini diasosiasikan dengan paham sosialis, atau sering pula dianggap sebagai “hak
derivatif” yang karena itu dianggap bukan hak yang “riil”. Namun demikian,
sejumlah Negara (seperti Jerman dan Meksiko) telah memasukkan hak-hak ini dalam
konstitusi mereka.
(c) Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia
“Persaudaraan” atau “hak-hak
generasi ketiga” diwakili oleh tuntutan atas “hak solidaritas” atau “hak
bersama”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau
Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak
solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu
tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak
berikut: (i) hak atas pembangunan; (ii) hak atas perdamaian; (iii) hak atas
sumber daya alam sendiri; (iv) hak atas lingkungan hidup yang baik; dan (v) hak
atas warisan budaya sendiri. Inilah isi generasi ketiga hak asasi manusia itu.
Hak-hak generasi ketiga ini sebetulnya hanya mengkonseptualisasi kembali
tuntutan-tuntutan nilai berkaitan dengan kedua generasi hak asasi manusia
terdahulu.
Di
antara hak-hak generasi ketiga yang sangat diperjuangkan oleh negara-negara
berkembang itu, terdapat beberapa hak yang di mata negara-negara Barat agak
kontroversial. Hak-hak itu dianggap kurang pas dirumuskan sebagai “hak asasi”.
Klaim atas hak-hak tersebut sebagai “hak” baru dianggap sahih apabila terjawab
dengan memuaskan pertanyaan-pertanyaan berikut: siapa pemegang hak tersebut,
individu atau negara?; siapa yang bertanggungjawab melaksanakannya, individu,
kelompok atau negara? Bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Pembahasan terhadap
pertanyaanpertanyaan mendasar ini telah melahirkan keraguan dan optimisme di
kalangan para ahli dalam menyambut hak-hak generasi ketika itu. Tetapi dari
tuntutannya jelas bahwa pelaksanaan hak-hak semacam itu jika memang bisa
disebut sebagai “hak” akan bergantung pada kerjasama internasional, dan bukan
sekedar tanggungjawab suatu negara.
(d)Generasi Keempat
Hak Asasi Manusia
Generasi keempat yang mengkritik
peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada
pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek
kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak
berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan
sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara
di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia
yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap manusia selalu
menginginkan terciptanya suasana yang aman, tentram dan tertata rapih dalam
kehidupannya.Bagaimana agar semua cita-cita tersebut terlaksana maka
dibentuklah suatu pandangan yang abstrak mengenai penghargaan terhadap jati
diri setiap individu yang disebut dengan Hak Asasi Manusia.
Tujuannnya untuk melindungi
setiap hak-hak individu yang lahir didunia ini terhadap keberadaannya dan juga
untuk dianggap sama dimata dunia.Munculnya Hak Asasi Manusia tersebut membawa
dampak positif dalam peradaban dunia karena mampu membatasi suatu tindakan yang
keji dan sewenang-wenang yang dilakukan manusia terhadap sesamanya.Meskipun
masih banyak beberapa pelanggaran-pelanggaran yang terjadi baik dikalangan
Nasional maupun Internasional.
Untuk
itu perlu ada penegakan hukum yang tegas dari kalangan pemerintah dan juga
dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap
pelanggar HAM itu sendiri agar mendapat
hukuman yan setimpal dengan perbuatannya melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM. Sehingga tidak ada
lagi individu-individu yang terenggut HAM nya oleh kaum tirani(orang yang
menggunakan kekuasaan secara sewenag-wenang).
B. Saran dan Kritik
Pemberlakuan hukum seadil-adilnya
bagi para pelanggar HAM secara tegas agar tidak mengulangi perbuatan keji nya
seperti membunuh, menganiaya, melukai, dll. Terhadap sesama umat manusia dengan
begitu para pelanggar HAM akan jera dan menyadari akan perbuatanya yang telah
melanggar hukum maupun ajaran agama.
Masyarakat harus mampu
mengembangkan sikap saling menghargai HAM antar individu yang dapat mencegah
timbulnya perpecahan dan peperangan yang terjadi karena keegoisan semata.
Dengan demikian lahirlah kehidupan aman, tentram, dan damai yang kita dambakan
selama ini demi kemajuan bangsa, negara, serta para calon generasi penerus
bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Ridwan,
dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Priyanto,
Sugeng, dkk.2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta. Pusat Perbukuan
Depertemen Pendidikan Nasional.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara indonesia merupakan sumber nilai bagi pelaksana
penyelenggaraan negara secara kongkrit, oleh karena itu inti sila sila yang
abstrak umum universal harus sesuai dengan praktek peyelenggaraan Negara.
Nilai-nilai pancasila memiliki makna yang mendalam baik dari segi sejarah
pembentukan dan pengamalan. Pancasila adalah dasar negara yang juga Landasan
untuk menuju cita-cita bangsa dan untuk memotivasi bangsa dalam mencapai
cita-cita tersebut.
Dewasa
ini, dengan perkembangan teknologi,
modernisasi, westernisasi yang tak lain adalah Globalisasi telah mengikis
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan masyarakat. Sehingga mengakibatkan ketidak
tahuan masyarakat Indonesia terhadap nilai-nilai Dasar negara mereka
sendiri. Dan menanamkan pemikiran bahwa
nilai-nilai dan pengamalan-pengamala Pancasila hanya untuk para pelajar dan
Mahasiswa saja.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam
makalah ini seperti yaitu “Apa saja Nilai-nilai pancasila beserta penjabarannya
?”
C. Tujuan
1.
Agar mahasiswa tahu tentang arti
Sila-sila pancasila;
2. Agar pembaca dapat merealisasikan hakikat
dari sila sila pancasila dalam kehidupan
nyata;
D. Manfaat
Manfaat yang dapat
diambil yaitu membantu pembaca dalam memahami nilai-nilai Pancasila dan
pengamalan-pengamalannya untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penjabaran
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila
Ketuhanan yang Maha Esa tersusun atas sejumlah kata yang merupakan suatu frase.
Unsur frase itu sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kata polimorfemik
ketuhanan, yang terbentuk dari kata dasar Tuhan + (ke-/-an) - à ketuhanan.
Makna kata tersebut secara morfologi mengandung makna abstrak atau hal. Jadi
bisa kita simpulkan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai arti kesesuaian
dengan hakikat nilai nilai yang berasal dari Tuhan, dan realisasinya adalah
berupa nilai-nilai agama.
Kesesuaian
Negara Indonesia dengan Nilai yang berasal dari Tuhan mempunyai makna bahwa
segala aspek penyelenggaraan Negara harus
sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan.
Pancasila
adalah dasar filsafat negara Indonesia, yang nilai-nilainya telah ada pada
bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala, berupa nilai-nilai adat istiadat,
kebudayaan dan nilai-nilai agama. Dengan demikian sila Ketuhanan yang Maha Esa
nilai-nilainya telah ada pada bangsa indonesia sebagai kausa materialis.
Kenyataan ini dapatlah dipahami secara rasionalkarena dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan agama, pengetahuan tentang adanya Tuhan ini telah banyak
dibuktikan secara rasional dengan beberapa argumentasi sebagai berikut :
1. Bukti adanya Tuhan secara Ontologis
Yang
berpendapat bahwa adanya segala sesuatu di dunia tidak berada karena dirinya
sendiri, akan tetapi karena suatu yang di sebut ide. Ide ini berada di luar
segala sesuatu termasuk alam semesta, dan kenyataan sebenarnya adalah ide-ide
tersebut. Maka yang di maksud ide yang tertinggi adalah Tuhan sebagai kusa
prima.
2. Bukti adanya Tuhan secara Kosmologis
Yang
berpendapat bahwa alam semesta (termasuk manusia ini) di ciptakan oleh Tuhan.
Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini mempunyai hubungan sebab-akibat,
sebab sesuatu di sebabkan oleh sebab yang lain. Misalnya rentetan hubungan anak
dengan orang tuanya, orang tuanya disebabkan oleh nenek dan kakeknya, begitu
seterusnya sehingga rangkaian sebab akibat, sebab akibat tersebut sampailah
pada suatu sebab yang tidak disebabkan oleh orang lain yang di sebut sebab
pertama (kausa prima).
3. Bukti adanya Tuhan secara Teleologis
Yang
berpendapat bahwa alam diatur menurut sesuatu tujuan tertentu. Dengan kata lain
alam ini dalam keseluruhannya berevolusi dan beredar kepada suatu tujuan
tertentu. Bagian-bagian dari alam ini mempunyai hubungan yang erat satu dengan
yang lainnya dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Maka dapat
di simpulkan bahwa ada suatu dzat yang menentukan tujuan tersebut, yaitu Tuhan.
4. Bukti adanya Tuhan secara Psikologis
Pembuktian
ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa kita memiliki suatu pengertian atau
gagasan tentang Tuhan segala sesuatu yang sempurna. Gagasan di peroleh dari
gagasan-gagasan lain lain yang di gabungkan, di perbandingkan, dan sebagainya.
Namun semua hal yang di peroleh dari pengalaman, indrawi bersifat jauh dari
kata sempurna. Sebagainya konsekuensinya kita tidak mungkin memperoleh
pengertian tentang kesempurnaan dari sumber semacam itu.
Negara
pada hakikatnya merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai manifestasi
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Manifestasi
hubungan manusia dengan Tuhannya terwujud dalam bentuk agama.Berbeda dengan
negara yang merupakan wujud kebudayaan manusia,agama memiliki sifat yang mutlak
kebenarannya karena berdasarkan pandangan hidup wahyu.
a).
Paham Atheisme
Negara
yang berpaham atheisme lazimnya adalah negara yang berideologi komunis. Negara
seperti ini memiliki doktrin untuk memerangi agama.Penganut agama dinegara
tersebut lazimnya di tekan dan di tindas.Adapun yang menjadi tuhan menurut
paham tersebut adalah materi dan ekonomi.
b).Paham
Sekulerisme
Paham
ini membedakan antara agama dan negara.Negara adalah masalah-masalah dunia
adapun agama adalah urusan akherat.
c).Paham
Liberal
Negara
lliberal pada hakikatnya mendasar pada kebebasan individu.Negara adalah
merupakan alat dan sarana indivudu,sehingga m,asalaah agama dalam negara juga
sangat di tentukan oleh kebebasan individu.
d).
Negara Theokrasi (Negara Agama)
Hubungan
Negara dengan agama menurut paham theokrasi, bahwa antara Negara dengan agama
tidak dapat dipisahkan. Dalam praktek kenegaraan terdapat dua macam pengertian
Negara theokrasi, yaitu Negara Theokrasi Langsung dan Negara Theokrasi Tidak Langsung.
e).
Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Negara Pancasila)
Negara Indonesia adalah negara kebangsan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa. Negara kebangsaan Indonesia adalah negara yang
mengakui Tuhan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
B. Penjabaran Sila Kemanusiaan yang
adil dan Beradap
Isi
dari sila sila pancasila adalah suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Oleh karena
itu sila ‘kemanusiaan yang adil dan beradap’ adalah dijiwai dan didasari oleh
sila ke-Tuhanan Maha Esa, dan mendasari sila Persatuan Indonesia, karena
kesatuan tersebut maka sila kedua pancasila ini senantiasa terkandung
didalamnya keempat sila yang lainnya.
C. Penjabaran Sila Persatuan Indonesia
Sila
ketiga pancasila yang terdiri dari dua kata yaitu persatuan dan Indonesia
secara morfologi memiliki arti suatu hasil dari perbuatan, jadi merupakan
nomina. Jadi makna ‘persatuan indonesia’ ini merupakan sifat dan keadaan Negara
Indonesia yang mutlak tidak dapat dibagi, sehingga bangsa dan Negara Indonesia
yang menempati suatu wilayah tertentu merupakan suatu Negara yang berdiri
sendiri memiliki sifat dan keadaanya sendiri terpisah dari Negara lain. Oleh
karena itu makna Bhineka Tunggal Ika sangat erat kaitannya dengan sila ketiga
pancasila ini karena mempunyai arti meskipun bangsa dan Negara Indonesia
terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat
istiadat yang bermacam macam, serta beraneka ragam kepulauan wilayah Negara
Indonesia, namun kesuluruhannya itu merupakan suatu persatuan, yaitu bangsa dan
Negara Indonesia.
D. Penjabaran Sila Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sesuai
dengan sifat persatuan dan kesatuan pancasila, maka sila keempat ini didasari
dan dijiwai oleh ketiga sila sebelumnya yaitu sila ‘Ketuhanan yang maha
esa,’sila kemanusiaan yang adil dan beradap, dan ‘persatuan indonesia’.
Berdasarkan
suatu pengertian bahwa pada hakikatnya Negara adalah lembaga kemanusiaan,
lembaga kemasyarakatan, jadi terdiri dari manusia manusia yang bersatu (sila
ketiga) yang disebut bangsa, adapun bangsa pada hakikatnya adalah berasal dari
manusia manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena itu kerakyatan
pada hakikatnya tidak bisa dipisahkan dengan asas hidup kerokhanian yaitu
kemanusian, karena adalah sebagai pendukung pokok Negara.
E. Penjabaran Sila Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Berdasarkan
rumusan persatuan dan kesatuan silasila pancasila maka sila kelima ini
merupakan suatu kesatuan dengan sila sila yang lainnya maka sila kelima
merupakan pengkhususan sila-sila yang mendahuluinya. Selain itu sila kelima ini
didasari dan dijiwai oleh sila-sila pendahulunya. Oleh karena itu dalam
pelaksanaannya sila kelima ini tidak dapat terlaksanakan terpisah dengan
sila-sila lainnya .
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Atas
dasar uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa sila sila pancasila itu saling
terkait dan merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi. Pancasila
merupakan dasar negara Indonesia dan sudah sepatutnya menjadi dasar kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan memahami
nilai-nilai Pancasila yang merupakan cakupan dari nilai, norma, dan moral yang
harusnya mampu diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, maka degradasi
moral dan kebiadaban masyarakat dapat diminimalisir, secara tidak langsung juga
akan mengurangi kriminalitas di Indonesia, meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan bangsa Indonesia.
Saran
Sudah
sepatutnya seluruh masyarakat Indonesia mengubah pikiran yang berpikir
pancasila hanya untuk para pelajar dan mahasiswa, dan mulai memahami
nilai-nilai pancasila tersebut dan mengamalkannya untuk mencapai satu tujuan
bersama yakni, menjadi Bangsa yang Makmur aman sejahtera , dengan seribu pulau,
budaya, dan berbagai agama.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Daryono, M. 2011. Pengantar Pendidikan Pancasila &
Kewarganegaraan. Jakarta. Rineka Cipta
Iqbal Trihidayat,
Moh.2017.Pendidikan Pancasila.
Palembang . CV. Karya Mandiri Bersama.