Sabtu, 10 April 2021

Credit :

Video Oleh  Esti Yuningtias

Universitas Sriwijaya 

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Credit :

Video Oleh  Esti Yuningtias

Universitas Sriwijaya 

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada dasarnya berhubungan dengan setiap upaya untuk mengatasi masalah keterbatasan sumber daya. Di Negara-negara sedang berkembang, keterbatasan sumber daya ini terutama berupa keterbatasan sumber dana untuk investasi, dan keterbatasan devisa, di samping itu tentunya keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas.

Dalam rangka mengatasi keterbatasan sumber daya tersebut, pilihan kebijakan yang di ambil pada umumnya berfokus padadua aspek, yaitu aspek penciptaan iklim berusaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro, dan aspek pengembangan infrastruktur perekonomian yang mendukung kegiatan ekonomi.

Kesetabilan ekonomi makro tercemin pada harga barang dan jasa yang stabil serta nilai tukar dan suku bunga yang berada pada tingkat yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dengan kondisi neraca pembayaran intrnasional yang sehat.

 

1.2           Rumusan Masalah

    Apakah Penyebab Krisis Ekonomi Dan Dampaknya Terhadap Proses Pembangunan Ekonomi Indonesia?

    Bagaimana Langkah-Langkah Kebijakan Untuk Mengatasi Krisis Ekonomi ?

    Bagaimana Cara Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter ?

    Bagaimana Arah Dan Sasaran Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pasca UU No. 23/99 ?

1.3         Tujuan dan Manfaat

Agar Dapat Mengetahui Bagaimana Kinerja Kebijakan Moneter Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Di Negara Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1     Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.

Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu;

a.        Kebijakan moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy

Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.

b.      Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy

Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)

Kebijakan moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan nilai uang, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Jadi dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter (final target).

Semua sasaran akhir kebijakan moneter harus dapat dicapai secara bersamaan dan berkelanjutan. Namun, pengalaman di banyak negara termasuk di Indonesia menunjukkan bahwa hal yang dimaksud sulit dicapai, bahkan ada kecenderungan bersifat kontradiktif. Misalnya kebijakan moneter yang kontraktif untuk menekan laju inflasi dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja.

2.2  Penyebab Krisis Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Proses Pembangunan Ekonomi Indonesia

Dalam perkembangannya, ternyata infrastruktur perekonomian di Indonesia belum mampu menghadapi semakin cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian global. Perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien ternyata belum tertata dengan baik. Hal itulah yang menyebabkan  krisis ekonomi, kestabilan ekonomi makro ternyata tidak dapat menjamin kinerja perekonomian yang baik secara berkesinambungan selama masih terdapat kelemahan-kelemahan pada infrastruktur perekonomian.

Di sisi lain, dinamisme perekonomian yang tinggi tidak sepenuhnya disertai dengan upaya untuk menata pengelolaan dunia usaha dan menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sebagaimana tercermin pada kurangnya transparansi dan konsistensi pelaksanaan kebijakan. Sementara itu, kelemahan informasi, baik mutu maupun ketersediaan, semakin memperburuk kualitas keputusan yang diambil oleh dunia usaha dan pemerintah. Berbagai faktor ini memperlemah kondisi fundamental mikroekonomi sehingga meningkatkan kerentanan perekonomian terhadap guncangan-guncangan eksternal.

Selain itu, buruknya pengelolaan dunia usaha juga terkait dengan belum adanya perangkat hukum yang efektif, terutama dalam penyelesaian kepailitan usaha. Berbagai kelemahan ini mengakibatkan dunia usaha cenderung melakukan investasi yang berlebihan pada sektor-sektor ekonomi yang rentan terhadap perubahan nilai tukar dan suku bunga, seperti sektor properti.

Ada dua hal yang mendorong kecenderungan investasi yang berlebihan tersebut. Pertama, dinamisme perekonomian Indonesia yang semakin meningkat telah menimbulkan keyakinan yang berlebihan pada diri investor asing sehingga mengurangi kehati-hatian mereka dalam memberikan pinjaman kepada dunia usaha di Indonesia. Kedua, dunia usaha dalam negeri memanfaatkan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri yang cukup besar sehingga arus modal masuk dari luar negeri, terutama dalam bentuk pinjaman swasta jangka pendek, terus mengalir. Pada saat yang bersamaan nilai tukar rupiah yang relatif stabil sejak beberapa tahun terakhir, telah menimbulkan adanya kepastian terhadap perkembangan kurs (implicit guarantee) sehingga meningkatkan keyakinan dunia usaha akan kemantapan perkembangan ekonomi.

Ketersediaan pembiayaan yang relatif mudah diperoleh menyebabkan sektor swasta semakin mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usaha sebagaimana tercermin pada tingginya pangsa utang luar negeri berjangka pendek untuk pembiayaan investasi berjangka panjang (maturity gap). Perkembangan ini dengan sendirinya menimbulkan kerentanan sektor swasta terhadap gejolak nilai tukar dan telah mendorong kepailitan pada banyak perusahaan swasta.

Selanjutnya, kelemahan-kelemahan fundamental mikroekonomi tersebut di atas mengakibatkan ketergantungan pada sektor luar negeri semakin besar, khususnya utang luar negeri sektor swasta. Ketergantungan sektor swasta kepada sektor luar negeri tersebut terus meningkat sejalan dengan pesatnya kegiatan investasi sektor swasta. Hal ini mengakibatkan jumlah utang luar negeri swasta meningkat tajam.

Dengan kondisi perekonomian yang masih mengidap berbagai kelemahan mendasar tersebut maka gejolak nilai tukar yang terjadi berubah dengan cepat menjadi krisis ekonomi dan keuangan yang sangat dalam. Di sektor luar negeri, pengaruh krisis nilai tukar telah menyebabkan arus modal keluar neto, khususnya sektor swasta, yang sangat besar sehingga neraca pembayaran mengalami defisit. Selain itu, posisi pinjaman dan beban angsuran pembayaran luar negeri naik sangat tinggi, terutama dalam rupiah, sehingga banyak perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Di sektor perbankan, krisis nilai tukar yang terjadi telah menyebabkan terganggunya fungsi intermediasi yang ditandai dengan banyaknya bank menjadi insolvent. Hal ini terjadi karena meningkatnya kerentanan terhadap posisi hutang dalam USD sehingga memberatkan sisi liability (pasiva) bank. Sisi asset (aktiva) bank memburuk sebagaimana tercermin pada meningkatnya kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) akibat banyaknya debitur yang default. Krisis yang berkelanjutan telah mengakibatkan perbankan nasional menjadi semakin rawan.

Pada sisi yang lain kepercayaan masyarakat semakin merosot, khususnya sejak pencabutan izin usaha. Hal tersebut terjadi karena kebijakan tersebut dilakukan tanpa persiapan yang memadai untuk menghindari rush atau bank-run. Penurunan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tersebut terlihat dari pemindahan dana oleh penabung ke instrumen/bank yang lebih aman baik di dalam maupun luar negeri. Tidak adanya lembaga deposit insurance (lembaga penjamin simpanan) membuat penurunan kepercayaan ini bertambah parah.

Di sektor moneter, tingginya bantuan likuiditas yang terpaksa diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank telah mendorong peningkatan uang beredar yang sangat besar sehingga memperbesar tekanan inflasi yang sebelumnya memang sudah meningkat tajam akibat depresiasi rupiah yang sangat besar. Di sektor fiskal, pengeluaran pemerintah, terutama untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pembayaran utang luar negeri, meningkat tajam sehingga operasi keuangan pemerintah mengalami defisit yang cukup besar. Di sektor riil, kegiatan investasi dan produksi mengalami kontraksi sementara tingkat pengangguran meningkat pesat.

 

 

2.3     Fungsi Kebijakan Moneter

Dari pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.

Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan dalam pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.

1. Tight Money Policy, yaotu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara :

a. Menaikan suku bunga

b. Menjual surat berharga

c. Menaikan cadangan kas

d. Membatasi pemberian kredit

2. Easy Money Policy, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan cara :

a. Menurunkan tungkat suku bunga

b. Membeli surat-surat berharga

c. Menurunkan cadangan Kas

d. Memberikan kredit longgar.

Macam-macam kebijakan moneter yaitu politik diskonto, politik pasar terbuka, kebijakan Cadangan Kas, kebijakan Sanering dan kebijakan Devaluasi Tertra Revolusi.

2.4    Langkah-langkah Kebijakan Untuk Mengatasi Krisis Ekonomi

Langkah kebijakan yang diambil selama krisis ini terfokus kepada mengembalikan kestabilan makroekonomi dan membangun kembali infrastruktur ekonomi, khususnya di sektor perbankan dan dunia usaha. Mengingat kompleksnya masalah yang dihadapi, strategi umum dari program program ekonomi yang diterapkan di negara-negara yang mengalami krisis serupa bertumpu pada empat bidang pokok:

    Di bidang moneter, ditempuh kebijakan moneter ketat untuk mengurangi laju inflasi dan penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal secara berlebihan.

    Di bidang fiskal, ditempuh kebijakan yang lebih terfokus kepada upaya relokasi pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan tidak produktif kepada kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi social cost yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi. Salah satu bentuknya adalah dengan program Jaring Pengaman Sosial.

    Di bidang pengelolaan (governance), ditempuh kebijakan untuk memperbaiki kemampuan pengelolaan baik di sektor publik maupun swasta. Termasuk di dalamnya upaya mengurangi intervensi pemerintah, monopoli, dan kegiatankegiatan yang kurang produktif lainnya.

    Di bidang perbankan, ditempuh kebijakan yang akan memperbaiki kelemahankelemahan sistem perbankan berupa program restrukturisasi perbankan yang bertujuan untuk mencapai dua hal, yaitu: mengatasi dampak krisis dan menghindari terjadinya krisis serupa di masa datang.

2.5    Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter

Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar rupiah.

Untuk mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang beredar atau yang di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.14 Dengan jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, yaitu M1 dan M2, diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan permintaan agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak stabil.

 

2.6   Arah Dan Sasaran Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pasca UU No. 23/99

Dari sisi pengelolaan moneter, krisis ekonomi sesungguhnya telah melahirkan suatu pemikiran ulang bagi peran Bank Indonesia yang seharusnya dalam perekonomian, dan sekaligus perannya dalam institusi kenegaraan di Republik ini. Kesadaran untuk memetik hikmah dari pengalaman itu pula yang kemudian melahirkan persetujuan DPR atas Undang Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengamanatkan suatu perubahan yang sangat mendasar dalam hal pengelolaan moneter. Dalam UU tersebut, pemikiran ulang ini diformulasikan dalam suatu tujuan kebijakan moneter yang jauh lebih fokus dibandingkan dengan UU sebelumnya, yaitu “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”.

Sejalan dengan kecenderungan banyak bank sentral di dunia untuk memfokuskan sasaran kebijakan moneter kepada pencapaian stabilitas harga, pasal 7 dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara eksplisit mengamanatkan tujuan “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah” sebagai sasaran kebijakan moneter. Terminologi “kestabilan nilai rupiah” tentu saja dapat menghasilkan interpretasi yang berbeda: kestabilan secara internal – yaitu kestabilan harga (stable in terms of prices of goods and services), atau kestabilan secara eksternal – yaitu kestabilan nilai tukar (stable in terms of prices of other currencies).

Dalam diskusi tentang kerangka kerja kebijakan moneter, diskusi di kalangan teoritisi maupun praktisi bank sentral cenderung mengartikan kestabilan mata uang dalam interpretasi yang pertama, yaitu kestabilan harga yang diukur dengan tingkat inflasi. Di samping karena alasan teoritis bahwa kestabilan harga merupakan sasaran yang paling relevan bagi kebijakan moneter, pasal-pasal maupun penjelasan pasal-pasal dalam UU Bank Indonesia lebih sesuai dengan interpretasi tersebut.

Bagi masyarakat secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu yang sangat penting khususnya bagi golongan masyarakat berpendapatan tetap. Inflasi yang tinggi seringkali dikategorikan sebagai musuh masyarakat nomor satu karena dapat menggerogoti daya beli dari pendapatan yang diperoleh masyarakat. Bagi kalangan dunia usaha, inflasi yang tinggi akan sangat menyulitkan kalkulasi perencanaan bisnis dan dengan demikian akan berdampak buruk bagi aktivitas perekonomian dalam jangka panjang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

 

Pertama, krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh Indonesia merupakan krisis yang terburuk di antara krisis-krisis yang dialami oleh berbagai negara akhir-akhir ini. Hal ini tercermin pada belum optimalnya pertumbuhan ekonomi, ekspor dan masih lesunya investasi asing dan domestik. Alhasil, wajah perekonomian kita masih tampil lesu. Namun demikian tidak dapat dipungkiri pula bahwa banyak kemajuan yang telah kita capai terutama di sisi kestabilan ekonomi dan moneter. Hal ini tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah, rendahnya laju inflasi, turunnya suku bunga, dan terkendalinya pertumbuhan uang primer. Kita tentunya berharap dengan perbaikan-perbaikan di sisi tersebut, pada gilirannya akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

Kedua, kesamaan pendapat, kebulatan tekad, serta konsensus nasional yang dilandasi oleh kepentingan nasional secara keseluruhan merupakan prasyarat yang sangat penting, atau bahkan mutlak, untuk keberhasilan upaya penanggulangan krisis. Oleh karena itu peningkatan koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dengan pemerintah untuk menciptakan stabilitas ekonomi makro dan perkembangan sektor riil dalam rangka pemulihan ekonomi menjadi sangat penting. Propenas menempatkan “koordinasi” pada urutan teratas, karena menyadari, kurangnya koordinasi akan menghasilkan sasaran-sasaran yang berbeda bahkan conflicting, membingungkan masyarakat, dan pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya efektivitas pelaksanaan kebijakan.

DAFTAR PUSTAKA

 

Arestis, Philip, dan Malcolm C. Sawyer (eds), “The Political Economy of Monetary Policy”, Edward Elgar, Massachusetts, 1998.

Bank Indonesia, DPP-URES, “Perilaku Angka Pengganda Uang (Money Multiplier)”, Kertas Kerja Intern yang tidak dipublikasikan, Jakarta, 1996.

Caprio, Gerard, Jr., “Banking in Crisis: Expensive Lessons from Recent Financial

Crises”, The World Bank Research Group, Washington, D.C, June 1998.

Eatwell, J., M. Milgate dan P. Newman (eds), “The New Palgrave, A Dictionary of

Economics”, Vol. 3, London, Macmillan, 1987.

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

            Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

            Manusia sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.

            Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.

            Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak-hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.

Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

 

B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang adapun rumusan masalah yang akan dikaji penulis adalah:

1.    Apakah yang dimaksud dengan  HAM ?

2.    Apa saja jenis-jenis HAM dari generasi ke generasi?

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

II.1  Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Dan juga telah diungkapkan Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah hak-hak yang secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.

Dari pengertian diatas, maka hak asasi mengandung dua makna, yaitu:

1.  Pertama, HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri manusia sejak manusia dilahirkan kedunia.

2. Kedua, HAM merupakan instrument untuk menjaga harkat martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur.

Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai definisi dari Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai berikut :

1.  HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).

2.  Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.

3. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).

HAM bukan hanya merupakan hak-hak dasar yang dimilki oleh setiap manusia sejak lahir. Tapi, juga merupakan standar normatif bagi perlindungan hak-hak dasar manusia dalam kehidupannya. Esensi HAM juga dapat dibaca dalam mukadimah universal declaration of human right. pengakuan atas martabat yang luhur dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia”

Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

 

II.2  Jenis-jenis HAM dari generasi ke generasi
            Jika dilihat dari prespektifnya, perkembangan pemikiran hak asasi manusia dikategorikan menjadi empat generasi sebagai berikut:

(a)  Generasi Pertama Hak Asasi Manusia

“Kebebasan” atau “hak-hak generasi pertama” sering dirujuk untuk mewakili hak-hak sipil dan politik, yakni hak-hak asasi manusia yang “klasik”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan kekuatan-kekuatan sosial lainnya --sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Karena itulah hak-hak generasi pertama itu dikatakan sebagai hak-hak klasik. Hak-hak tersebut pada hakikatnya hendak melindungi kehidupan pribadi manusia atau menghormati otonomi setiap orang atas dirinya sendiri (kedaulatan individu). Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil. Hak-hak generasi pertama itu sering pula disebut sebagai “hak-hak negatif”. Artinya tidak terkait dengan nilai-nilai buruk, melainkan merujuk pada tiadanya campur tangan terhadap hak-hak dan kebebasan individual. Hak-hak ini menjamin suatu ruang kebebasan di mana individu sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri. Hakhak generasi pertama ini dengan demikian menuntut ketiadaan intervensi oleh pihakpihak luar (baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial lainnya) terhadap kedaulatan individu. Dengan kata lain, pemenuhan hak-hak yang dikelompokkan dalam generasi pertama ini sangat tergantung pada absen atau minusnya tindakan negara terhadap hak-hak tersebut. Jadi negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Inilah yang membedakannya dengan hak-hak generasi kedua, yang sebaliknya justru menuntut peran aktif negara. Hampir semua negara telah memasukkan hak-hak ini ke dalam konstitusi mereka.

(b)  Generasi Kedua Hak Asasi Manusia

“Persamaan” atau “hak-hak generasi kedua” diwakili oleh perlindungan bagi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak ini muncul dari tuntutan agar Negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan sampai pada kesehatan. Negara dengan demikian dituntut bertindak lebih aktif, agar hak-hak tersebut dapat terpenuhi atau tersedia. Karena itu hak-hak generasi kedua ini dirumuskan dalam bahasa yang positif: “hak atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif: “bebas dari” (“freedom from”). Inilah yang membedakannya dengan hak-hak generasi pertama. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat, dan hak atas perlindungan hasil karya ilmiah, kesusasteraan, dan kesenian.

Hak-hak generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan akan persamaan sosial. Hak-hak ini sering pula dikatakan sebagai “hak-hak positif”. Yang dimaksud dengan positif di sini adalah bahwa pemenuhan hak-hak tersebut sangat membutuhkan peran aktif negara. Keterlibatan negara di sini harus menunjukkan tanda plus (positif), tidak boleh menunjukkan tanda minus (negatif). Jadi untuk memenuhi hak-hak yang dikelompokkan ke dalam generasi kedua ini, negara diwajibkan untuk menyusun dan menjalankan program-program bagi pemenuhan hak-hak tersebut. Contohnya, untuk memenuhi hak atas pekerjaan bagi setiap orang, negara harus membuat kebijakan ekonomi yang dapat membuka lapangan kerja. Sering pula hak-hak generasi kedua ini diasosiasikan dengan paham sosialis, atau sering pula dianggap sebagai “hak derivatif” yang karena itu dianggap bukan hak yang “riil”. Namun demikian, sejumlah Negara (seperti Jerman dan Meksiko) telah memasukkan hak-hak ini dalam konstitusi mereka.

(c)  Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia

“Persaudaraan” atau “hak-hak generasi ketiga” diwakili oleh tuntutan atas “hak solidaritas” atau “hak bersama”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut: (i) hak atas pembangunan; (ii) hak atas perdamaian; (iii) hak atas sumber daya alam sendiri; (iv) hak atas lingkungan hidup yang baik; dan (v) hak atas warisan budaya sendiri. Inilah isi generasi ketiga hak asasi manusia itu. Hak-hak generasi ketiga ini sebetulnya hanya mengkonseptualisasi kembali tuntutan-tuntutan nilai berkaitan dengan kedua generasi hak asasi manusia terdahulu.

Di antara hak-hak generasi ketiga yang sangat diperjuangkan oleh negara-negara berkembang itu, terdapat beberapa hak yang di mata negara-negara Barat agak kontroversial. Hak-hak itu dianggap kurang pas dirumuskan sebagai “hak asasi”. Klaim atas hak-hak tersebut sebagai “hak” baru dianggap sahih apabila terjawab dengan memuaskan pertanyaan-pertanyaan berikut: siapa pemegang hak tersebut, individu atau negara?; siapa yang bertanggungjawab melaksanakannya, individu, kelompok atau negara? Bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Pembahasan terhadap pertanyaanpertanyaan mendasar ini telah melahirkan keraguan dan optimisme di kalangan para ahli dalam menyambut hak-hak generasi ketika itu. Tetapi dari tuntutannya jelas bahwa pelaksanaan hak-hak semacam itu jika memang bisa disebut sebagai “hak” akan bergantung pada kerjasama internasional, dan bukan sekedar tanggungjawab suatu negara.

 

(d)Generasi Keempat Hak Asasi Manusia

Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.  Kesimpulan

Setiap manusia selalu menginginkan terciptanya suasana yang aman, tentram dan tertata rapih dalam kehidupannya.Bagaimana agar semua cita-cita tersebut terlaksana maka dibentuklah suatu pandangan yang abstrak mengenai penghargaan terhadap jati diri setiap individu yang disebut dengan Hak Asasi Manusia.

Tujuannnya untuk melindungi setiap hak-hak individu yang lahir didunia ini terhadap keberadaannya dan juga untuk dianggap sama dimata dunia.Munculnya Hak Asasi Manusia tersebut membawa dampak positif dalam peradaban dunia karena mampu membatasi suatu tindakan yang keji dan sewenang-wenang yang dilakukan manusia terhadap sesamanya.Meskipun masih banyak beberapa pelanggaran-pelanggaran yang terjadi baik dikalangan Nasional maupun Internasional.

Untuk itu perlu ada penegakan hukum yang tegas dari kalangan pemerintah dan juga dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap pelanggar HAM  itu sendiri agar mendapat hukuman yan setimpal dengan perbuatannya melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM. Sehingga tidak ada lagi individu-individu yang terenggut HAM nya oleh kaum tirani(orang yang menggunakan kekuasaan secara sewenag-wenang).

 

B.  Saran dan Kritik

Pemberlakuan hukum seadil-adilnya bagi para pelanggar HAM secara tegas agar tidak mengulangi perbuatan keji nya seperti membunuh, menganiaya, melukai, dll. Terhadap sesama umat manusia dengan begitu para pelanggar HAM akan jera dan menyadari akan perbuatanya yang telah melanggar hukum maupun ajaran agama.

Masyarakat harus mampu mengembangkan sikap saling menghargai HAM antar individu yang dapat mencegah timbulnya perpecahan dan peperangan yang terjadi karena keegoisan semata. Dengan demikian lahirlah kehidupan aman, tentram, dan damai yang kita dambakan selama ini demi kemajuan bangsa, negara, serta para calon generasi penerus bangsa.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ridwan, dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Priyanto, Sugeng, dkk.2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta. Pusat Perbukuan Depertemen Pendidikan Nasional.

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.   Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar filsafat negara indonesia merupakan sumber nilai bagi pelaksana penyelenggaraan negara secara kongkrit, oleh karena itu inti sila sila yang abstrak umum universal harus sesuai dengan praktek peyelenggaraan Negara. Nilai-nilai pancasila memiliki makna yang mendalam baik dari segi sejarah pembentukan dan pengamalan. Pancasila adalah dasar negara yang juga Landasan untuk menuju cita-cita bangsa dan untuk memotivasi bangsa dalam mencapai cita-cita tersebut.

Dewasa ini,  dengan perkembangan teknologi, modernisasi, westernisasi yang tak lain adalah Globalisasi telah mengikis nilai-nilai tersebut dalam kehidupan masyarakat. Sehingga mengakibatkan ketidak tahuan masyarakat Indonesia terhadap nilai-nilai Dasar negara mereka sendiri.  Dan menanamkan pemikiran bahwa nilai-nilai dan pengamalan-pengamala Pancasila hanya untuk para pelajar dan Mahasiswa saja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam makalah ini seperti yaitu “Apa saja Nilai-nilai pancasila beserta penjabarannya ?”

C.   Tujuan

1.   Agar mahasiswa tahu tentang arti Sila-sila pancasila;

2.  Agar pembaca dapat merealisasikan hakikat dari sila sila pancasila  dalam kehidupan nyata;

D.  Manfaat

Manfaat yang dapat diambil yaitu membantu pembaca dalam memahami nilai-nilai Pancasila dan pengamalan-pengamalannya untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Penjabaran Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila Ketuhanan yang Maha Esa tersusun atas sejumlah kata yang merupakan suatu frase. Unsur frase itu sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kata polimorfemik ketuhanan, yang terbentuk dari kata dasar Tuhan + (ke-/-an) - à ketuhanan. Makna kata tersebut secara morfologi mengandung makna abstrak atau hal. Jadi bisa kita simpulkan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai arti kesesuaian dengan hakikat nilai nilai yang berasal dari Tuhan, dan realisasinya adalah berupa nilai-nilai agama.

Kesesuaian Negara Indonesia dengan Nilai yang berasal dari Tuhan mempunyai makna bahwa segala aspek penyelenggaraan Negara harus  sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan.

Pancasila adalah dasar filsafat negara Indonesia, yang nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala, berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai agama. Dengan demikian sila Ketuhanan yang Maha Esa nilai-nilainya telah ada pada bangsa indonesia sebagai kausa materialis. Kenyataan ini dapatlah dipahami secara rasionalkarena dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan agama, pengetahuan tentang adanya Tuhan ini telah banyak dibuktikan secara rasional dengan beberapa argumentasi sebagai berikut :

1.      Bukti adanya Tuhan secara Ontologis

Yang berpendapat bahwa adanya segala sesuatu di dunia tidak berada karena dirinya sendiri, akan tetapi karena suatu yang di sebut ide. Ide ini berada di luar segala sesuatu termasuk alam semesta, dan kenyataan sebenarnya adalah ide-ide tersebut. Maka yang di maksud ide yang tertinggi adalah Tuhan sebagai kusa prima.

 

2.      Bukti adanya Tuhan secara Kosmologis

Yang berpendapat bahwa alam semesta (termasuk manusia ini) di ciptakan oleh Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini mempunyai hubungan sebab-akibat, sebab sesuatu di sebabkan oleh sebab yang lain. Misalnya rentetan hubungan anak dengan orang tuanya, orang tuanya disebabkan oleh nenek dan kakeknya, begitu seterusnya sehingga rangkaian sebab akibat, sebab akibat tersebut sampailah pada suatu sebab yang tidak disebabkan oleh orang lain yang di sebut sebab pertama (kausa prima).

 

3.      Bukti adanya Tuhan secara Teleologis

Yang berpendapat bahwa alam diatur menurut sesuatu tujuan tertentu. Dengan kata lain alam ini dalam keseluruhannya berevolusi dan beredar kepada suatu tujuan tertentu. Bagian-bagian dari alam ini mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Maka dapat di simpulkan bahwa ada suatu dzat yang menentukan tujuan tersebut, yaitu Tuhan.

 

4.      Bukti adanya Tuhan secara Psikologis

Pembuktian ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa kita memiliki suatu pengertian atau gagasan tentang Tuhan segala sesuatu yang sempurna. Gagasan di peroleh dari gagasan-gagasan lain lain yang di gabungkan, di perbandingkan, dan sebagainya. Namun semua hal yang di peroleh dari pengalaman, indrawi bersifat jauh dari kata sempurna. Sebagainya konsekuensinya kita tidak mungkin memperoleh pengertian tentang kesempurnaan dari sumber semacam itu.

Negara pada hakikatnya merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai manifestasi sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Manifestasi hubungan manusia dengan Tuhannya terwujud dalam bentuk agama.Berbeda dengan negara yang merupakan wujud kebudayaan manusia,agama memiliki sifat yang mutlak kebenarannya karena berdasarkan pandangan hidup wahyu.

a). Paham Atheisme

Negara yang berpaham atheisme lazimnya adalah negara yang berideologi komunis. Negara seperti ini memiliki doktrin untuk memerangi agama.Penganut agama dinegara tersebut lazimnya di tekan dan di tindas.Adapun yang menjadi tuhan menurut paham tersebut adalah materi dan ekonomi.

b).Paham Sekulerisme

Paham ini membedakan antara agama dan negara.Negara adalah masalah-masalah dunia adapun agama adalah urusan akherat.

c).Paham Liberal

Negara lliberal pada hakikatnya mendasar pada kebebasan individu.Negara adalah merupakan alat dan sarana indivudu,sehingga m,asalaah agama dalam negara juga sangat di tentukan oleh kebebasan individu.

d). Negara Theokrasi (Negara Agama)

     Hubungan Negara dengan agama menurut paham theokrasi, bahwa antara Negara dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dalam praktek kenegaraan terdapat dua macam pengertian Negara theokrasi, yaitu Negara Theokrasi Langsung dan Negara Theokrasi  Tidak Langsung.

e). Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Negara Pancasila)

            Negara Indonesia adalah negara kebangsan yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Negara kebangsaan Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

 

 

B.     Penjabaran Sila Kemanusiaan yang adil dan Beradap

Isi dari sila sila pancasila adalah suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Oleh karena itu sila ‘kemanusiaan yang adil dan beradap’ adalah dijiwai dan didasari oleh sila ke-Tuhanan Maha Esa, dan mendasari sila Persatuan Indonesia, karena kesatuan tersebut maka sila kedua pancasila ini senantiasa terkandung didalamnya keempat sila yang lainnya.

 

C.    Penjabaran Sila Persatuan Indonesia

Sila ketiga pancasila yang terdiri dari dua kata yaitu persatuan dan Indonesia secara morfologi memiliki arti suatu hasil dari perbuatan, jadi merupakan nomina. Jadi makna ‘persatuan indonesia’ ini merupakan sifat dan keadaan Negara Indonesia yang mutlak tidak dapat dibagi, sehingga bangsa dan Negara Indonesia yang menempati suatu wilayah tertentu merupakan suatu Negara yang berdiri sendiri memiliki sifat dan keadaanya sendiri terpisah dari Negara lain. Oleh karena itu makna Bhineka Tunggal Ika sangat erat kaitannya dengan sila ketiga pancasila ini karena mempunyai arti meskipun bangsa dan Negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang bermacam macam, serta beraneka ragam kepulauan wilayah Negara Indonesia, namun kesuluruhannya itu merupakan suatu persatuan, yaitu bangsa dan Negara Indonesia.

 

D.    Penjabaran Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Sesuai dengan sifat persatuan dan kesatuan pancasila, maka sila keempat ini didasari dan dijiwai oleh ketiga sila sebelumnya yaitu sila ‘Ketuhanan yang maha esa,’sila kemanusiaan yang adil dan beradap, dan ‘persatuan indonesia’.

Berdasarkan suatu pengertian bahwa pada hakikatnya Negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan, jadi terdiri dari manusia manusia yang bersatu (sila ketiga) yang disebut bangsa, adapun bangsa pada hakikatnya adalah berasal dari manusia manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena itu kerakyatan pada hakikatnya tidak bisa dipisahkan dengan asas hidup kerokhanian yaitu kemanusian, karena adalah sebagai pendukung pokok Negara.

 

E.     Penjabaran Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Berdasarkan rumusan persatuan dan kesatuan silasila pancasila maka sila kelima ini merupakan suatu kesatuan dengan sila sila yang lainnya maka sila kelima merupakan pengkhususan sila-sila yang mendahuluinya. Selain itu sila kelima ini didasari dan dijiwai oleh sila-sila pendahulunya. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya sila kelima ini tidak dapat terlaksanakan terpisah dengan sila-sila lainnya .

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

Atas dasar uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa sila sila pancasila itu saling terkait dan merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia dan sudah sepatutnya menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan memahami nilai-nilai Pancasila yang merupakan cakupan dari nilai, norma, dan moral yang harusnya mampu diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, maka degradasi moral dan kebiadaban masyarakat dapat diminimalisir, secara tidak langsung juga akan mengurangi kriminalitas di Indonesia, meningkatkan keamanan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

 

Saran

Sudah sepatutnya seluruh masyarakat Indonesia mengubah pikiran yang berpikir pancasila hanya untuk para pelajar dan mahasiswa, dan mulai memahami nilai-nilai pancasila tersebut dan mengamalkannya untuk mencapai satu tujuan bersama yakni, menjadi Bangsa yang Makmur aman sejahtera , dengan seribu pulau, budaya, dan berbagai agama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Drs. Daryono, M. 2011. Pengantar Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan. Jakarta. Rineka Cipta

Iqbal Trihidayat, Moh.2017.Pendidikan Pancasila. Palembang . CV. Karya Mandiri Bersama.

                                                                                                                            

Tanggal

Statistik

Popular Posts